Minggu, 13 Maret 2011

pengawasan pada manajemen

Pengawasan
A. Pengertian
Menurut Oteng Sutisna mengawasi ialah proses dengan mana administrasi melihat apakah apa yang terjadi itu sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi. Jika tidak maka penyesuaian yang perlu dibuatnya. Siagian mengartikan pengawasan sebagai proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan Hadari Nawawi (1989) menegaskan bahwa pengawasan dalam dalam administrasi berarti kegiatan mengukur tingkat efektifitas kerja personal dan tingkat efesiensi penggunaan metode dan alat tertentu dalam usaha mencapai tujuan.
Karena itu pengawasan dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan untuk mengetahui realisasi perilaku personel dalam organisasi pendidikan dan apakah tingkat pencapaian tujuan pendidikan sesuai dengan yang dikehendaki, kemudian dari hasil pengawasan tersebut apakah dilakukan perbaikan. Pengawasan meliputi pemeriksaan apakah semua berjalan sesuai rencana yang dibuat, intruksi-intruksi yang dikeluarkan, dan prinsip-prinsip yang ditetapkan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa penelitian dalam institusi pendidikan dilihat dari praktek cenderung tidak dikembangkan untuk mencapai efektifitas, efisiensi dan produktivitas. Tetapi lebih dititik beratkan pada kegiatan pendukung yang bersifat progress checking. Tentu saja hal yang demikian bukanlah jawaban yang tepat untuk mencapai tujuan dan target sesuai visi dan misi pendidikan, yang ujung-ujungnya perolehan mutu pendidikan yang kompetitif menjadi tidak terwujud.
B. Syarat-syarat pengawasan
Ada dua hal yang merupakan prsarat mutlak yang harus lebih dulu dibereskan sebelum pimpinan dapat melaksanakan pengawasan.
1. Pengawasan membutuhkan rencana-rencana
Sebelum suatu teknik atau sistem pengawasan dapat diterapkan, harus lebih dahulu didasarkan pada rencana-rencana. Semakin jelas, lengkap, dan bulatnya suatu rencana maka semakin efektif pula sistem pengawasan yang diadakan. Dengan gaya bahasa yang sederhana dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin organisasi tidak dapat menentukan apakah setiap unit organisasinya sudah mencapai atau melakukan apa yang diharapkan, kecuali ia harus lebih dulu mengetahui apa yang diharapkan, ketepatan rencana yang dibuat akan melahirkan teknik-teknik pengawasan yang tepat pula. Jelaslah bahwa tanpa rencana pengawasan tidak mungkin dapat diselenggarakan karena tidak punya pedoman untuk melakukan itu. Sebaliknya rencana tanpa pengawasan akan berarti munculnya penyimpangan-penyimpangan yang serius tanpa adanya alat untuk mengendalikan atau mencegahnya.
2. Pengawasan membutuhkan struktur organisasi yang jelas
Selama pengawasan bertujuan untuk mengukur segala aktifitas dan menjamin agar berjalan sesuai dengan rencana, kita juga harus mengetahui dimana letak tanggung jawab bagi penyimpangan-penyimpangan yang muncul dalam organisasi. Disamping itu harus pula melihat bagian-bagian mana yang perlu diperbaiki. Pengawasan memang tertuju pada segenap aktifitas yag dilakukan manusia, namun kita tak akan mengerti dimana letak kesalahan dan siapa yang bertanggung jawab terhadap segala penyimpangan itu tanpa mengetahui dengan jelas struktur organisasi. Oleh karena itu patut diungkapkan bahwa eksistensi struktur organisasi yang jelas, tegas, lengkap dan bulat merupakan prasyarat utama untuk kelangsungan sistem pengawasan yang akan dilaksanakan.

C. Prinsip-Prinsip Pengawasan
Ada beberapa prinsip pengawasan yang perlu diperhatikan menurut Massie (1973);
1. Tertuju kepada strategi kunci sasaran yang menentukan keberhasilan
2. Pengawasan harus menjadi umpan balik sebagai bahan revisi dalam mencapai tujuan
3. Harus fleksibel dan responsive terhadap perubahan-perubahan kondisi dan lingkungan
4. Cocok dengan organisasi pendidikan, misalnya organisasi sebagai sistem terbuka
5. Merupakan kontrol diri sendiri
6. Bersifat langsung yaitu pelaksanaan kontrol ditempat pekerja
7. Memperhatikan hakikat manusia dalam mengontrol para personel pendidikan
D. Sasaran dan tujuan Pengawasan
3. Pengawasan dapat mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan baik dalam penggunaan kekuasaan, kedudukan, maupun keuangan.
4. Memperbaikai kesalahan-kesalahan, kelamahan-kelamahan dan menindak penyalahgunaan serta penyelewengan.
5. Mempertebal rasa tanggung jawab kepada semua anggota organisasi.
6. Mendidik para pelaksana
7. Menjaga agar pola dalam organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya terpelihara dengan baik.
8. Semua orang dalam organisasi diharapkan akan memperoleh tempat yang sebenarnya sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan yang berbeda-beda.
9. Penggunaan alat-alat atau perlengkapan organisasi menjadi lebih efisien.
10. Sistem dan prosedur kerja yang sedang diterapkan tidak menyimpang dari yang telah direncanakan.
Pengawasan bukanlah dasar bagi pemimpin untuk memberikan hukuman pada bawahannya, tetapi pengawasan sebagai dasar bagi pemimpin untuk menentukan kebijakan dan mengambil keputusan yang strategis untuk membawa organisasi kearah yang lebih berkualitas dan lebih baik seperti tujuan yang telah direncanakan.

pengkoordinasian pada manajemen

Pengkoordinasian
A. Pengertian
Pengkoordinasiaan mengandung makna menjaga agar tugas-tugas yang telah dibagi itu tidak dikerjakan menurut kehendak yang mengerjakan saja, tetapi menurut aturan sehingga menyumbang terhadap pencapaian tujuan. Sedangkan pengertian koordinasi sendiri menurut Oteng Sutisna (1983) ialah proses mempersatukan sumbangan-sumbangan dari orang-orang, bahan, dan sumber-sumber lain kearah tercapainya maksud-maksud yang telah ditetapkan. Sedangkan Purwanto (1984) mengemukakan koordinasi adalah aktivitas membawa orang-orang, materiil, pikiran-pikiran, teknik-teknik, dan tujuan-tujuan kedalam hubungan yang harmonis dan produktif dalam mencapai suatu tujuan. Kata kuncinya adalah membawa organisasi mencapai tujuan dalam hubungan yang harmonis dan produktif.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditegaskan seperti yang telah diungkapkan oleh Syaiful Sagala (2000) bahwasannya perngkoordinasian dalam satuan pendidikan adalah mempersatukan rangkaian aktivitas penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran dengan menghubungkan, menyatupadukan dan menyelaraskan orang-orang dan pekerjaannya sehingga semuanya berlamgsung secara tertib kearah tercapai maksud yang telah ditetapkan. Koordinasi harus menghasilkan penyatuan dari tiap-tiap bagian maupun personel dalam keseluruhan agar ada sinkronisasi yang baik, segala sesuatu berjalan menurut rencana pada waktu yang tepat.
B. Syarat-syarat koordinasi yang baik :
1. Pembagian kerja yang jelas dalam organisasi
2. Membangun semangat kerjasama yang besar diantara personel pendidikan dan adanya organisasi informal yang sehat dalam tubuh organisasi yang bersangkutan
3. Tersedianya fasilitas kerja dan kontak hubungan yang cukup lancar bagi semua pihak dalam organisasi
4. Memulai tahapan suatu dengan benar dan mempertahankan kualitas pekerjaan sebagai proses yang kontinyu

A. Unsur-unsur koordinasi yang penting dalam organisasi;
1. Ada koordinator yang cukup berwibawa dilihat dari kedudukan dan pendidikannya untuk memfungsikan tiap-tiap bagian atau orang-orang dalam organisasi. Koordinator tersebut mempunyai kemampuan untuk membawa dan menggunakan sumbangan dari unit atau orang tersebut guna mewujudkan tujuan yang ditentukan.
2. Ada unit atau orang yang dikoordinasikan yang sudah ditata dan mampu memberikan sumbangan yang sangat berguna bagi terwujudnya cita-cita bersama.
3. Ada pengertian timbal balik dari koordinator dan mereka yang dikoordinir untuk saling menghargai dan saling bekerjasama bagi kepentingan organisasi.
Ketiga unsur tersebut mempunyai peranan penting untuk mengoptimalkan kinerja organisasi sehingga dapat tercapainya tujuan bersama. Koordinasi yang baik menjadikan semua bagian dan personal dapat bekerjasama menuju kesatu arah tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
B. Pentingnya pengkoordinasian dalam organisasi pendidikan
Pengkoordinasian mutlak diperlukan dalam organisasi pendidikan, karena dalam organisasi pendidikan ada pembagian kerja yang amat substansial yaitu pekerjaan mendidik dan pekerjaan manajemen pada satuan pendidikan dan manajemen pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai mutu yang dipersyaratkan. Setiap orang harus mengetahui tugas masing-masing atas dasar kewenangan yang diberikan, sehingga tumapang tindih yang tidak perlu antara satu personel atau satu bagian dengan bagian lain dapat dihindarkan, implikasinya manajemen dapat berfungsi secara efektif dan efisien dan personel dapat melaksanakan tugas sesuai kewengan dan dukungan professional.
Program pendidikan pada satuan pendidikan sifatnya sangat kompleks dan menyangkut banyak segi yang saling bersangkut paut satu sama lainnya. Sifat kompleks ini menunjukkan sangat perlunya tindakan-tindakan yang dikoordinasikan untuk mengatasi batas-batas perencanaan maupun batas-batas personel. Koordinasi ini juga berfunsi untuk mengatasi kemungkinan duplikasi dalam tugas, perebutan hak dan tanggung jawab, ketidak seimbangan dalam berat ringannya pekerjaan, kesimpangsiuran dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dsb.

Kamis, 10 Maret 2011

pengorganisasian pada manajement

PENGORGANISASIAN
Pendahuluan
Istilah organisasi memiliki dua arti umum, pertama, mengacu pada suatu lembaga (institution) atau kelompok fungsional, sebagai contoh kita mengacu pada perusahaan, badan pemerintah, rumah sakit, atau suatu perkumpulan olahraga. Arti kedua mengacu pada proses pengorganisasian, sebagai salah satu dari fungsi manajemen.

Pengorganisasian (organizing) merupakan suatu cara pengaturan pekerjaan dan pengalokasian pekerjaan di antara para anggota organisasi sehingga tujuan organisasi dapat dicapai secara efisien (Stoner, 1996). Sedangkan T Hani Handoko (1999) memberikan pengertian pengorganisasian adalah proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya yang dimiliki, dan lingkungan yang melingkupinya.

Pembahasan dalam modul ini meliputi pembagian pekerjaan dalam struktur organisasi, koordinasi dan rentang manajemen, wewenang delegasi dan desentralisasi, dan penyusunan personalia.

Proses Pengorganisasian
Menurut Stoner (1996) langkah-langkah dalam proses pengorganisasian terdiri dari lima langkah:
1.Merinci seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi
2.Membagi beban kerja ke dalam kegiatan-kegiatan yang secara logis dan memadai dapat dilakukan oleh seseorang atau oleh sekelompok orang.
3.Mengkombinasi pekerjaan anggota perusahaan dengan cara yang logis dan efisien
4.Penetapan mekanisme untuk mengkoordinasi pekerjaan anggota organisasi dalam satu kesatuan yang harmonis
5.Memantau efektivitas organisasi dan mengambil langkah-langkah penyesuaian untuk mempertahankan atau meningkatkan efektivitas.

Menurut T Hani Handoko (1999) proses pengorganisasian dapat ditunjukkan dengan tiga langkah prosedur sebagai berikut:
1.Pemerincian seluruh kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi.
2.Pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang secara logis dapat dilaksanakan oleh satu orang. Pembagian kerja ini sebaiknya tidak terlalu berat juga tidak terlalu ringan.
3.Pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota organisasi menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.

Pembagian Pekerjaan
Ada dua aspek utama dalam proses penyusunan struktur organisasi, yaitu departementalisasi dan pembagian kerja (division of labor). Departementalisasi merupakan pengelompokan kegiatan-kegiatan kerja suatu organisasi agar kegiatan-kegiatan yang sejenis dan saling berhubungan dapat dikerjakan bersama. Pembagian kerja adalah pemerincian tugas pekerjaan agar setiap individu dalam organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas. Prinsip pembagian kerja ini merupakan tiang dasar pengorganisasian.

Dalam pembagian kerja, spesialisasi pekerjaan merupakan hal yang utama. Manfaat spesialisasi pekerjaan adalah menyebabkan kenaikan produktivitas. Hal ini disebabkan tidak seorangpun yang secara fisik akan mampu melaksanakan seluruh kegiatan dalam tugas-tugas yang paling rumit. Pekerjaan yang paling rumit memerlukan beberapa langkah dan memerlukan pembagian langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh beberapa orang. Pembagian kerja yang dispesialisasikan seperti ini memungkinkan orang mempelajari keterampilan dan menjadi pakar dalam bidang pekerjaan tertentu.

Akan tetapi selain manfaat yang didapat dari spesialisasi pekerjaan, adalah dampak negatif dari spesialisasi pekerjaan. Beberapa penulis manajemen menyebutkan bahwa spesialisasi pekerjaan akan berdampak pada demoralisasi dari pekerjaan-pekerjaan yang menjemukan dan repetitif.

Struktur Organisasi
Struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dimana organisasi dikelola. Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan di antara fungsi-fungsi, bagian-bagian maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi.

Faktor-faktor utama yang menentukan perancangan struktur organisasi adalah:
1.Strategi organisasi untuk mencapai tujuannya.
2.Teknologi yang digunakan
3.Anggota dan orang-orang yang terlibat dalam organisasi
4.Ukuran organisasi
Sedangkan unsur-unsur struktur organisasi terdiri dari:
1.Spesialisasi kegiatan berkenaan dengan spesifikasi tugas-tugas individual dalam organisasi.
2.Standarisasi kegiatan yang digunakan organisasi untuk menjamin terlaksananya kegiatan seperti yang direncanakan
3.Koordinasi kegiatan yang mengintegrasikan fungsi-fungsi satuan kerja organisasi
4.Sentralisasi dan desentralisasi pembuatan keputusan
5.Ukuran satuan kerja menunjukkan jumlah karyawan dalam suatu kelompok kerja.

Bagan Organisasi
Bagan organisasi memperlihatkan susunan fungsi-fungsi, departemen-departemen, atau posisi-posisi organisasi dan menunjukkan hubungan di antaranya. Bagan organisasi memperlihatkan lima aspek utama suatu struktur organisasi:
1.Pembagian kerja.
2.Manajer dan bawahan atau rantai perintah.
3.Tipe pekerjaan yang dilaksanakan
4.Pengelompokkan segmen-segmen pekerjaan
5.Tingkatan manajemen

Bentuk-bentuk bagan organisasi terdiri dari:
1.Bentuk piramid. Bentuk yang paling banyak digunakan karena sederhana, jelas dan mudah dimengerti.
2.Bentuk vertikal. Bentuk yang agak menyerupai bentuk piramid dalam hal pelimpahan kekuasaan dari atas ke bawah, hanya bagan vertikal berwujud tegak sepenuhnya.
3.Bentuk horizontal. Bagan ini digambarkan secara mendatar, aliran wewenang dan tanggung jawab digambarkan dari kiri ke kanan.
4.Bentuk lingkaran. Bagan ini menekankan pada hubungan antara satu jabatan dengan jabatan lain.

Departementalisasi
Ada beberapa cara di mana organisasi dapat memutuskan pola organisasi yang akan digunakan untuk mengelompokkan kegiatan-kegiatan yang bermacam-macam untuk dilaksanakan. Proses ini disebut departementalisasi. Bentuknya adalah atas dasar:
1. Fungsi: pemasaran, akuntansi, produksi, atau keuangan
2. Produk atau jasa: divisi mesin cuci, lemari es, televisi atau radio
3. Wilayah: divisi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah
4. Langganan: penjualan industri, pedagang eceran, pemerintah
5. Proses atau peralatan: departemen pemotongan, kelompok perakitan, bagian
pembungkusan
6. Waktu: shift pagi, shift siang, shift malam
7. Pelayanan: kelas bisnis, kelas ekonomi, kelas turis (pelayanan pesawat terbang)
8. Alpha-numerical: bisa digunakan pada pelayanan telepon, misalnya nomor 00000 –
5000 ditempatkan dalam satu departemen
9. Proyek dan Matriks: digunakan oleh perusahaan-perusahaan konstruksi dengan
teknologi tinggi, dan perusahaan konsultan.

Departementalisasi Fungsional
Departementalisasi fungsional mengelompokkan fungsi-fungsi yang sama atau kegiatan-kegiatan yang sejenis dalam suatu organisasi. Kebaikan departementalisasi fungsional adalah menjaga kekuasaan dan kedudukan fungsi utama, menciptakan efisiensi, memungkinkan pengawasan manajemen puncak lebih ketat. Sedangkan keburukannya adalah terjadinya konflik antar fungsi, kemacetan tugas, pandangan yang sempit.

Departementalisasi Divisional
Departementalisasi divisional adalah pembagian divisi atas dasar produk, wilayah, langganan, dan proses. Kebaikan departementalisasi divisional adalah pekerjaan dapat lebih mudah dikoordinasikan dan prestasi kerja yang tinggi, kualitas dan kecepatan pembuatan keputusan meningkat. Kelemahannya adalah kepentingan divisi ditempatkan di atas tujuan organisasi keseluruhan, meningkatkan biaya administrasi (karena setiap divisi mempunyai anggota staff dan spesialis tersendiri).

Organisasi Proyek dan Matriks
Bentuk organisasi proyek dan matriks adalah tipe departementalisasi campuran (hybrid design). Kedua struktur organisasi ini berusaha menggabungkan kebaikan-kebaikan dari dua tipe departementalisasi di atas.

Kebaikan organisasi proyek dan matriks adalah sebagai berikut:
1.Memaksimumkan efisiensi penggunaan manajer-manajer fungsional
2.Mengembangkan keterampilan pegawai.
3.Memotivasi karyawan tentang pandangan manajemen menengah terhadap masalah-masalah strategik perusahaan
4.Memberikan fleksibilitas dan mengembangkan kreativitas
5.Menstimulasi kerjasama antar disiplin
6.Membebaskan manajemen puncak untuk perencanaan

Kelemahan organisasi proyek dan matriks adalah:
1.Pertanggungjawaban ganda
2.Memerlukan koordinasi horizontal dan vertikal
3.Memerlukan lebih banyak keterampilan
4.Mendorong pertentangan kekuasaan dan perdebatan
5.Sangat mahal untuk diimplementasikan

Perencanaan pada Manajemen

Perencanaan pada Manajemen
Dalam manajemen, perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain—pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan—tak akan dapat berjalan.
Rencana dapat berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi, artinya, setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.
Tujuan
Tujuan pertama adalah untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun karyawan nonmanajerial. Dengan rencana, karyawan dapat mengetahui apa yang harus mereka capai, dengan siapa mereka harus bekerja sama, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa rencana, departemen dan individual mungkin akan bekerja sendiri-sendiri secara serampangan, sehingga kerja organisasi kurang efesien.
Tujuan kedua adalah untuk mengurangi ketidakpastian. Ketika seorang manajer membuat rencana, ia dipaksa untuk melihat jauh ke depan, meramalkan perubahan, memperkirakan efek dari perubahan tersebut, dan menyusun rencana untuk menghadapinya.
Tujuan ketiga adalah untuk meminimalisir pemborosan. Dengan kerja yang terarah dan terencana, karyawan dapat bekerja lebih efesien dan mengurangi pemborosan. Selain itu, dengan rencana, seorang manajer juga dapat mengidentifikasi dan menghapus hal-hal yang dapat menimbulkan inefesiensi dalam perusahaan.
Tujuan yang terakhir adalah untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya, yaitu proses pengontrolan dan pengevalusasian. Proses pengevaluasian atau evaluating adalah proses membandingkan rencana dengan kenyataan yang ada. Tanpa adanya rencana, manajer tidak akan dapat menilai kinerja perusahaan.



Perencanaan terdiri dari dua elemen penting, yaitu sasaran (goals) dan rencana itu sendiri (plan).
[Sasaran
Sasaran adalah hal yang ingin dicapai oleh individu, grup, atau seluruh organisasi.[2] Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan.
Sasaran dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sasaran yang dinyatakan (stated goals) dan sasaran riil. Stated goals adalah sasaran yang dinyatakan organisasi kepada masyarakat luas. Sasaran seperti ini dapat dilihat di piagam perusahaan, laporan tahunan, pengumuman humas, atau pernyataan publik yang dibuat oleh manajemen. Seringkali stated goals ini bertentangan dengan kenyataan yang ada dan dibuat hanya untuk memenuhi tuntutan stakeholder perusahaan. Sedangkan sasaran riil adalah sasaran yang benar-benar dinginkan oleh perusahaan. Sasaran riil hanya dapat diketahui dari tindakan-tindakan organisasi beserta anggotanya.
Ada dua pendekatan utama yang dapat digunakan organisasi untuk mencapai sasarannya. Pendekatan pertama disebut pendekatan tradisional. Pada pendekatan ini, manajer puncak memberikan sasaran-sasaran umum, yang kemudian diturunkan oleh bawahannya menjadi sub-tujuan (subgoals) yang lebih terperinci. Bawahannya itu kemudian menurunkannya lagi kepada anak buahnya, dan terus hingga mencapai tingkat paling bawah. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa manajer puncak adalah orang yang tahu segalanya karena mereka telah melihat gambaran besar perusahaan. Kesulitan utama terjadi pada proses penerjemahan sasaran atasan oleh bawahan. Seringkali, atasan memberikan sasaran yang cakupannya terlalu luas seperti "tingkatkan kinerja," "naikkan profit," atau "kembangkan perusahaan," sehingga bawahan kesulitan menerjemahkan sasaran ini dan akhirnya salah mengintepretasi maksud sasaran itu (lihat gambar).
Pendekatan kedua disebut dengan management by objective atau MBO. Pada pendekatan ini, sasaran dan tujuan organisasi tidak ditentukan oleh manajer puncak saja, tetapi juga oleh karyawan. Manajer dan karyawan bersama-sama membuat sasaran-sasaran yang ingin mereka capai. Dengan begini, karyawan akan merasa dihargai sehingga produktivitas mereka akan meningkat. Namun ada beberapa kelemahan dalam pendekatan MBO. Pertama, negosiasi dan pembuatan keputusan dalam pendekatan MBO membutuhkan banyak waktu, sehingga kurang cocok bila diterapkan pada lingkungan bisnis yang sangat dinamis. Kedua, adanya kecenderungan karyawan untuk bekerja memenuhi sasarannya tanpa memedulikan rekan sekerjanya, sehingga kerjasama tim berkurang. Ada juga yang bilang MBO hanyalan sekedar formalitas belaka, pada akhirnya yang menentukan sasaran hanyalah manajemen puncak sendiri.
[Rencana
Rencana atau plan adalah dokumen yang digunakan sebagai skema untuk mencapai tujuan. Rencana biasanya mencakup alokasi sumber daya, jadwa, dan tindakan-tindakan penting lainnya. Rencana dibagi berdasarkan cakupan, jangka waktu, kekhususan, dan frekuensi penggunaannya. Berdasarkan cakupannya, rencana dapat dibagi menjadi rencana strategis dan rencana operasional. Rencana strategis adalah rencana umum yang berlaku di seluruh lapisan organisasi sedangkan rencana operasional adalah rencana yang mengatur kegiatan sehari-hari anggota organisasi.
Berdasarkan jangka waktunya, rencana dapat dibagi menjadi rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek. Rencana jangka panjang umumnya didefinisikan sebagai rencana dengan jangka waktu tiga tahun, rencana jangka pendek adalah rencana yang memiliki jangka waktu satu tahun. Sementara rencana yang berada di antara keduanya dikatakan memiliki intermediate time frame.
Menurut kekhususannya, rencana dibagi menjadi rencana direksional dan rencana spesifik. Rencana direksional adalah rencana yang hanya memberikan guidelines secara umum, tidak mendetail. Misalnya seorang manajer menyuruh karyawannya untuk "meningkatkan profit 15%." Manajer tidak memberi tahu apa yang harus dilakukan untuk mencapai 15% itu. Rencana seperti ini sangat fleksibel, namun tingkat ambiguitasnya tinggi. Sedangkan rencana spesifik adalah rencana yang secara detail menentukan cara-cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Selain menyuruh karyawan untuk "meningkatkan profit 15%," ia juga memberikan perintah mendetail, misalnya dengan memperluas pasar, mengurangi biaya, dan lain-lain.
Terakhir, rencana dibagi berdasarkan frekuensi penggunannya, yaitu single use atau standing. Single-use plans adalah rencana yang didesain untuk dilaksanakan satu kali saja. Contohnya adalah "membangun 6 buah pabrik di China atau "mencapai penjualan 1.000.000 unit pada tahun 2006." Sedangkan standing plans adalah rencana yang berjalan selama perusahaan tersebut berdiri, yang termasuk di dalamnya adalah prosedur, peraturan, kebijakan, dan lain-lain.